"Hai, kamu wanita anggun dibalik senyuman manis. Lengkungan bibirmu menyiratkan keceriaan, pancaran hati yang penuh kasih. :)"
"Selamat malam pria penebar senyum. Terima kasih telah menularkan
kehangatan dalam dinginnya malam ini. Sehingga aku merasa yakin, esok
pagi mentari pun akan kembali menyuguhkan senyum terhangatnya. (:"
"Mentari pagi yang malu-malu memang terlihat indah. Mempesona. Tapi aku
lebih terpikat dengan jingganya senja. Membayangkan diriku duduk dengan
seorang wanita menghabiskan sore menikmati matahari tenggelam. Tak perlu
banyak bicara. Cukup menghanyutkan diri di keindahannya."
"Mengapa kamu tak mengajakku saja? Mungkin aku bukan orang yang pintar
menilai indahnya keagungan Tuhan, namun jika kamu hanya butuh orang yang
mau menemanimu tanpa banyak berkomentar, aku adalah pilihan yang tepat
untukmu. Mungkin saja."
"Ah, tahukah kamu, aku baru saja memikirkannya, Aku sedang memilih kata
yang tepat untuk menawarkan hal itu. Jika memang begini, rasanya aku tak
perlu repot-repot untuk menangkap kata dan menyusunnya."
"Ya Tuhan, aku baru sadar kalau sejak tadi kamu telah merangkai
kata-kata dan entah mengapa aku tak merasa jijik untuk mencernanya di
kepalaku."
"Apa kamu tak terlalu berlebihan? Aku bukanlah perangkai kata. Aku hanyalah orang yang mengagumi rangkaian kata indah. Itu saja."
"Kamu boleh tak menyadarinya. Akan tetapi, jika aku boleh mengandaikanmu
sebagai perangkai kata, izinkanlah aku menjadi kata yang kamu rangkai!
Buatlah aku terdengar indah! Itupun kalau kamu mau."
"Bila kamu telah menasbihkan dirimu sebagai kata. Aku tak mau menjadi
imbuhan, karena aku tak ingin mengubah artimu. Tetaplah menjadi kata
dasar! Tanpa awalan. Tanpa akhiran."
"Mulai detik ini kamu telah menyiksaku. Segera jemputlah aku! Aku sudah
tak sabar menemanimu menikmati senja. Kita bunuh sepi kita bersama."
"Bersabarlah! Aku baru menyiapkan bekal untuk perjalanan kita. Saat ini
pejamkanlah matamu! Aku akan selalu hadir di setiap gelapmu."
"Pintuku akan selalu kubiarkan terbuka, hingga kamu tak perlu susah-susah
mengetuk pintu saat kamu telah tiba di gerbang hatiku. Aku akan ada di
balik pintu dengan senyum dan sapaan 'selamat datang'."
"Aku sedang berlayar menujumu. Dengan jaring kebahagiaan yang kubawa,
akan kutangkap banyak cinta yang tersebar di luasnya lautan untukmu."
"Menunggu keadiranmu pasti takkan pernah nyaman bagiku. Bersegeralah!
Tak usah banyak-banyak cinta yang kamu bawa, cukuplah segenggam dan aku
akan membingkainya dengan kasih."
"Setelah aku sampai di hatimu, aku akan segera mengajakmu berlayar
mengarungi samudra kehidupan menuju senja, bayangan surga yang kita
damba."
"Maafkan aku, aku takut berada di tengah samudra. Aku takut ombak
menggulung cinta, menghempaskan dirimu dan diriku dan menenggelamkan
senyum kita. Aku takut berlayar, meski kau ada di sampingku."
"Kalau begitu,kamu tak perlu khawatir. Aku sudah menyiapkan kedua
sayapku. Kan ku dekap dirimu dan kubawa kamu terbang bersamaku. Awan-awan
pasti bersedia menjadi pengiring dan payung teduh kita. Tak ada yang
bisa menghalangi, karena burung-burung akan mengawal perjalanan kita.
Akan kupinta seekor kupu-kupu cantik hinggap di rambutmu sebagai hiasan
penguat kecantikanmu."
"Ah, aku merasa tersanjung karenamu. Tapi, kenapa kita tak berjalan
saja? Selangkah demi selangkah. Memberikan arti di tiap detik waktu
kebersamaan kita."
"Apa kamu tak akan merasa lelah? Karena aku tak mungkin mampu
menggendongmu di sepanjang perjalanan yang kita lewati. Lagipula aku
bukan penunjuk jalan yang baik, aku takut kita teresat."
"Aku tak selalu butuh punggungmu untuk menggendongku. Aku hanya butuh
tanganmu. Berjalan disampingmu bergandengan tangan lebih menenangkanku.
Bukankah tujuan kita kebahagiaan? Kalau bersamamu adalah bahagiaku,
rasanya tak ada istilah tersesat."
"Berarti, tugasku adalah membersihkan jalan kita dari duri duka dan kerikil benci. Apa itu cukup?"
"Aku rasa cukup. Hanya saja, mungkin aku tak selalu berjalan di
belakangmu atau di sampingmu, sesekali aku ingin melompat-lompat di
depanmu atau menari indah di hadapanmu."
"Tentu saja. Aku butuh teriakmu jika aku terlalu cepat melangkah
meninggalkanmu dan aku perlu kata-kata semangatmu bila aku sudah terlalu
capek untuk berjalan."
"Kita akan istirahat bersama, karena jeda kita adalah rindu. Aku harap
kamu tak marah jika aku membentakmu bagai petir, menggerutuimu seperti
gemuruh karena kau terlalu sibuk dengan duniamu sehingga melupakan
adaku."
"Imajinasi lamunanku hanyalah kamu. Petir bentakmu dan gemuruh gerutumu adalah nyanyian terpuitis hatimu di telingaku."
"Aku ingin hujan segera reda. Aku sudah tak sabar melihat lengkung pelangi yang akan menyempurnakan kebahagiaan kita."
"Aku tak akan membiarkanmu berada di tengah hujan. Aku tak ingin kamu
membohongiku. Aku tak ingin kamu menyamarkan air matamu. Bila kamu ingin
menangis, kamu hanya boleh menangis di pelukanku."
"Air mataku pasti tangis bahagia. Tapi jika ternyata dengan menangis aku
bisa mendapatkan pelukmu, aku pasti rela air tumpah dari
mataku."
"Ada bahu untukmu bersandar, ada pelukan nyaman yang menghangatkan, ada
nafas cinta yang mendamaikanmu. Tak perlu kamu bayar dengan apapun,
simpanlah air matamu untuk sesuatu yang tepat saja!"
"Aku bisa saja berpikir kalau bukan aku saja yang kamu sirami kata-kata
surga. Bukan aku saja yang melayang karena mutiara kata bersayapmu,
namun entah kenapa aku menolak memikirkannya."
"Kamu memang bukan satu-satunya. Tapi pintu hatimu adalah satu-satunya
jalan yang kulihat ada mimpi, harapan dan masa depanku di dalamnya."
"Mungkin saja setiap kata darimu adalah pisau tajam yang akan menghujam
jantung hatiku, mengoyak mimpi dan harapanku, membunuh rasaku dan
menguburkan kebahagiaanku. Seandainya bisa, aku ingin berpaling
darimu. Akan tetapi, lagi-lagi kata-katamu bagaikan magnet yang menarik
kuat hati dan senyumku untuk kupersembahkan padamu."
"Bisa saja aku mengindahkanmu menjadi apa saja yang menyenangkanku dan
menenangkanmu. Tapi aku menghindarinya, mengandaikanmu sama saja aku
memberikan topeng untukmu. Sementara aku menyukaimu apa adanya kamu.
Tanpa perjanjian, tanpa alasan, tanpa syarat."
"Hati wanita mana yang tak luluh dengan kata-katamu. Aku ingin segera
tertidur dan memimpikanmu, bukan aku bosan atau tak mau lagi mendengar
syair surgamu. Hanya saja, aku tak ingin cepat hilang, meleleh karena
bisikan kata-katamu. Aku masih ingin mendengar celoteh dan kicauanmu
lebih banyak lagi. Aku masih ingin mendapatkan debaran sensasi seperti
malam ini."
"Aku pun tak ingin kau menjadi mual karenaku, menjadi penat karena khayalan kita."
"Malam ini pasti aku terlelap dalam tidurku. Terhangatkan oleh selimut kata-katamu."
"Malam ini pun aku ingin menghamburkan kata-katamu di kepalaku.
Membiarkannya bermain-main, melompat riang dan aku akan merapikannya
kembali dalam mimpiku."
"Akan ada malaikat yang akan menghubungkan mimpi kita, yang ikut tersenyum bersama kita."
"Rasanya ada yang terlupa di percakapan panjang kita. Kita belum saling
menyebut nama. Memang 'apalah arti sebuah nama?' Namun bukankah tak ada
salahnya? Aku, BINTANG. :)"
"Apakah ini kebetulan? Aku, BULAN. Kita sama-sama penghias malam. (:"
"Ya, kita adalah pewarna dunia kita. Selamat tidur, Bulan. :)"
"Selamat malam, Bintang. (:"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar